
Proses Seleksi Kunci Integritas Penyelenggaraan Pemilu
KOTA SERANG - KPU Kota Serang selenggarakan kajian tematik kepemiluan dengan tema “Integritas Proses dan Hasil Pemungutan dan Penghitungan Suara” di Rumah Pintar Pemilu Ki Mas Jong, Jum'at (31/12). Pemantik kajian tematik adalah Janji Mustawa dan Anggota KPU Fierly Murdlyat Mabrurri sebagai penyimpul kajian. Kajian tematik ini diikuti oleh Pimpinan dan staff pelaksana KPU Kota Serang. Pada awal kajian, Janji membagi integritas menjadi dua bagian yaitu pengendalian internal dan partisipasi eksternal. Pengendalian internal merupakan cara bagaimana kita membangun dan mempertahankan identitas diri. Partispasi eksternal merupakan cara mewujudkan keputusan dan tindakan yang baik berdasarkan identitas diri itu. “Integritas merupakan problem manusia zaman akhir, karena tidak punya identitas diri atau mudah terpengaruh orang lain sehingga menyebabkan hidupnya terdikte. Terdikte oleh perilaku orang lain, atau terdikte oleh lingkungan,” ujar Janji. Dari konsepsi integritas tersebut kemudian dirumuskan dalam UU No. 7 Tahun 2017 tentang pemilu. Pasal 2 Pemilu dilaksanakan berdasarkan asas langsung, umum,bebas, rahasia, jujur, dan adil. Pasal 3 Penyelenggaraan Pemilu Harus Memenuhi Prinsip Mandiri, Jujur, adil, Berkepastian Hukum, tertib, terbuka, proporsional, profesional, akuntabel, Efektif dan efisien. “Penyelenggaraan pemilu dinyatakan berintegritas jika mampu melaksanakan dengan baik amanat UU No. 17 pasal 2 dan pasal 3 tersebut,” ujar janji lagi. Dalam pemaparannya Janji menyoroti data Indeks Demokrasi Indonesia (IDI) yang menurun dan banyaknya pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh penyelenggara Pemilu. Selain itu, diungkap juga data Bawaslu terkait dengan Indeks Kerawanan Pemilu (IKP), dan pelanggaran-pelanggaran yang terjadi pada pemilu 2019. Data Indeks Demokrasi Indonesia (IDI) Banten sejak tahun 2018 – 2020 terus menurun. Tahun 2018 sebesar 79,4, 2019 sebesar 78,01, dan 2020 sebesar 76,55. Sedangkan dua aspek IDI yang bersentuhan langsung dengan penyelenggara pemilu, yaitu kecurangan dalam penghitungan suara dan Keberpihakan KPUD dalam penyelenggaraan pemilu juga menurun. Pelanggaran kode etik yang ditangani DKPP juga tidak pernah berkurang. Dalam kurun waktu 2012 – 2020 terdapat 1.756 perkara yang teregistrasi dengan jumlah teradu mencapai 6.831 orang. Artinya rata-rata setiap tahunnya DKPP meregistrasi 195 perkara dengan 759 teradu. Sebagian besar pelanggaran kode etik terjadi pada saat pemilu atau pemilihan dan yang menjadi teradu terbanyak adalah penyelenggara di tingkat Kabupaten atau Kota. Data Bawaslu Banten terkait dengan Indeks Kerawanan Pemilu (IKP), menyebutkan, dari beberapa indikator masih banyak TPS masuk dalam kategori rawan di Kota Serang. Data Bawaslu Kota Serang juga menemukan pelanggaran di TPS 5 Kel Cipocok Jaya, Kec. Cipocok Jaya dan TPS 24 Kel. Sumur Pecung, Kec Serang. Pelanggaran ini menyebabkan Pemungutan Suara Ulang di TPS tersebut. Menanggapi data tersebut, M. Fahmi Musyafa Anggota KPU Kota Serang mengungkapkan pelanggaran di TPS 5 itu administratif kalau di TPS 24 ada unsur pidana. “ada budaya pembiaran atau menganggap sepele prosedur atau aturan. Khusus di TPS 24 memang sudah budaya sejak lama terjadi budaya tersebut,” katanya Fierly juga menyoroti penegakkan hukum terhadap pelanggaran-pelanggaran tersebut, “Paska terjadi pelanggaran, KPU langsung memberhentikkan petugas KPPS dan menggantinya dengan petugas baru pada saat PSU. Disisi lain, Pengawas TPS yang membiarkan kejadian itu terjadi, padahal jelas-jelas dia mengetahui, tidak pernah diberi hukuman,” ujarnya Data-data tersebut menunjukkan manajemen pemilu kita masih jauh dari kata sempurna dan masih perlu banyak perubahan. Salah satunya adalah mekanisme seleksi penyelenggara pemilu. Menurut Janji, seleksi penyelenggara pemilu baik itu Komisioner, ASN, tenaga Honor sampai dengan badan ad hoc harus diselenggarakan secara transparan dan bebas dari KKN. Jika itu dilakukan integritas penyelenggaraan pemilu dapat terwujud. “Perlu ada formula baru terkait dengan seleksi penyelenggara pemilu. secara teknis, tunjuk saja kampus-kampus ternama baik di pusat maupun daerah untuk melaksanakan seleksi Anggota KPU, tenaga honor dan badan ad hoc,” kata Janji. Dalam pemaparannya Janji juga menyampaikan perbandingan penyelenggaraan pemilu di Australia dan Indonesia dari berbagai aspek. Yaitu aspek Sistem kepartaian, kewajiban mengikuti pemilu, biaya pendaftaran calon DPR/DPD, jenis pemilihan, jumlah kursi, waktu pemilihan, penghitungan suara cara memilih disurat suara, konversi suara menjadi kursi, tempat memilih, pengawasan pemilu, dan pengelolaan website. (jm)